Konsep inteligensi menimbulkan
kontroversi dan debat panas, sering kali
sebagai reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mental umum
yang dapat diukur dan dikuantifikasi dalam angka. Pihak sekolah dan departemen pendidikan memperdebatkan
apakah tes inteligensi itu berguna dan cukup fair atau tidak. Mereka juga berdebat tentang apakah tes
seperti itu akan dipakai untuk penempatan murid pada kelas khusus atau jurusan
tertentu. Psikolog pendidikan
memperdebatkan apakah kita punya kapasitas mental umum ataukah sejumlah
kapasitas mental spesifik. Juga, apabila kita punya beragam kapasitas
mental, lalu apa kapasitas itu? Berapa banyak yang kita punya?
Novelis Inggris abad ke-20 Aldous
Huxley mengatakan bahwa anak-anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan
inteligensinya. Apa yang dimaksud Huxley
ketika dia menggunakan kata inteligensi (intelligence)? Inteligensi adalah salah satu milik kita yang
paling berharga, tetapi bahkan orang
yang paling cerdas sekalipun tidak sepakat tentang apa inteligensi itu. Berbeda dengan berat dan tinggi badan dan
usia, inteligensi tidak bisa diukur
secara langsung. Anda tidak bisa
mengintip ke- pala murid Anda untuk
mengamati inteligensi yang ada di dalamnya.
Kita hanya bisa mengevaluasi inteligensi murid secara tak langsung
dengan cara mempelajari tindakan inteligensi murid. Kita lebih banyak mengandalkan pada tes
inteligensi tertulis untuk memperkirakan inteligensi murid.
Minat terhadap inteligensi sering
kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual. Perbedaan
individual adalah cara di mana orang berbeda satu sama lain secara konsisten
dan tetap. Kita bisa berbicara tentang
perbedaan individual dalam hal kepribadiannya (personalitas) dan dalam bidang-bidang lain, namun inteligensilah yang paling banyak
diberi perhatian dan paling banyak dipakai untuk menarik kesimpulan tentang
perbedaan kemampuan murid.
Beberapa tes inteligensi :
Ø
Tes Iteligensi Individual
1. Tes Binet
Tes itu disebut Skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemampuan untuk menyentuh telinga
hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan
konsep abstrak. pad Binet mengembangkan konsep mental age (MA) atau usia mental, yakni level perkembangan mental individu yang
berkaitan dengan perkembangan lain. Tak
lama kemudian, pada 1912 William Stern
menciptakan konsep intelligence quotient (IQ),
yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronological
age CA), dikalikan 100. Jadi rumusnya IQ MA/CA x 100 Jika usia mental
sama dengan usia kronologis, maka IQ
orang itu adalah 100 Jika usia mental di atas usia kronologis, maka IQ-nya lebih dari 100. misalnya,
anak enam tahun dengan usia mental 8 tahun akan punya IQ 133. Jika usia mentalnya di bawah usia
kronologis, maka lQ-nya di bawah
100. Misalkan anak usia 6 dengan usia
mental 5 akan punya lQ 83.
Tes Binet direvisi berkali-kali
untuk disesuaikan dengan kemajuan dalam pema haman inteligensi dan tes
inteligensi. Revisi-revisi ini disebut
tes Stanford-Binet. Dengan melakukan tes
untuk banyak orang dari usia yang berbeda dan latar belakang yang beragam, peneliti menemukan bahwa skor pada tes
Stanford-Binet mendekati distribusi normal. distribusi normal adalah
simetris, dengan mayoritas skor berada
pada tengah-tengah rentang skor yang mungkin muncul dan hanya ada sedikit skor
yang berada mendekati ujung dari rentang itu.
2.Skala Wechsler.
Tes lainnya yang banyak dipakai untuk
menilai inteligensi murid dinamakan skala Wechsler yang dikembangkan oleh David
Wechsler. Tes ini mencakup Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised (WPPSI- R)
untuk menguji anak usia 4 sampai 6 tahun; Wechsler Intelligence Scale for
Chidren-Revised (WISC-R) untuk anak dan
remaja dari usia 6 hingga 16 tahun, dan
Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R) Selain menunjukkan IQ keseluruhan, skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan
IQ kinerja. IQ verbal didasarkan pada
enam subskala verbal, IQ kinerja
didasarkan pada lima subskala kinerja.
Ini membuat peneliti bisa melihat dengan cepat pola-pola kekuatan dan
kelemahan dalam area inteligensi murid yang berbeda-beda.
Ø
Tes individual versus Tes Kelompok
Tess inteligensi seperti
Stanford-Binet dan Wechsler dilakukan berdasarkan basis individual. Seorang psikolog memahami penilaian
inteligensi individual sebagai interaksi antara pemeriksa dan murid. Ini membuat psikolog tersebut bisa menyusun
sampel perilaku murid. Selama
pengujian, peneliti mengamati bagaimana
laporan disusun, minat dan perhatian
murid, apakah ada kecemasan dalam pe
ngerjaan tugas, dan tingkat toleransi
murid menghadapi rasa frustasi. Murid
juga diberi tes inteligensi dalam kelompok pada saat yang bersamaan. Tes inteligensi kelompok mencakup Lorge-Thorndike
Intelligence list Tests,
Kuhlman-Anderson Intelligence Tests,
dan Otis-Lennon School Mental Abilities Tests. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis
ketimbang tes individual, namun juga ada
kekurangannya. Saat tes dilakukan pada
satu kelompok besar, peneliti tak dapat
menyusun laporan individual, menentukan
tingkat kecemasan murid, dan sebagainya. Dalam situasi tes kelompok besar, murid mungkin tidak memahami instruksi atau
mungkin diganggu oleh murid lainnya.
Karena
keterbatasan ini, maka saat akan dibuat
keputusan penting menyangkut murid, tes
inteligensi kelompok harus dilengkapi dengan informasi lain tentang kemampuan
murid. Strategi yang sama juga berlaku
untuk tes individual, meskipun biasanya
kita lebih baik tidak terlalu yakin pada akurasi skor tes inteligensi
kelompok. Banyak murid yang mengikuti
tes dalam kelompok besar di sekolah,
tetapi keputusan untuk menempatkan murid dalam kelas khusus anak penderita
retardasi mental, kelas pendidikan
khusus, atau kelas anak berbakat
sebaiknya tidak didasarkan pada tes kelompok saja. Dalam kasus seperti itu, informasi relevan tentang kemampuan murid
harus diperoleh dengan cara selain menggunakan tes.
0 komentar:
Posting Komentar